JAKARTA-(tribunOlahraga.com)
PSSI hari Selasa (16/06) ini kembali menjalani sidang lanjutan gugatannya atas Kemenpora perihal SK pembekuan PSSI nomor 1307, Tanggal 17 April 2015 oleh Menpora Imam Nahrawi. Sidang berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Pulo Gebang, Jakarta Timur dan dimulai pukul 09.00 pagi WIB.
Sidang ini adalah yang keenam kalinya diadakan disini dan agendanya ialah mendengarkan pernyataan saksi dan ahli. Saksi yang dibawa PSSI adalah Tigorshalom Boboy, ahlinya adalah Haryo Yuniarto yang juga adalah mantan Ketua BOPI (Badan Olahraga Profesional Indonesia). Persidangan ini masih dipimpin oleh hakim ketua yang sama, yaitu H. Ujang Abdullah.,S.H.,Msi.
Usai sidang, Haryo lantas mengutarakan perihal dirinya datang ke persidang kepada para awak media. “Tadi saya diperiksa dimintakan keterangan sebagai ahli yang mengetahui dan memahami hukum olah raga dan juga mengenai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh BOPI yang sebelumnya saya pernah duduk sebagai pimpinan dalam lembaga tersebut, oleh sebab itu juga tadi saya jelaskan panjang lebar juga secara rinci acuan dasar yaitu aturan perundang-undangan dari mulai undang-undang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) nomor 3 tahun 2005, peraturan pemerintah nomor 16, 17, 18, dll,” paparnya.TOR-08
“Oleh sebab itu tadi secara tegas saya nyatakan bahwa permasalahan ini ada pada bukan induk organisasi cabang olahraganya tapi adalah bagaimana Menpora Imam Nahrawi mau menyelesaikan permasalahan persepakbolaan ini dengan elegan dan baik karena pemerintah sekuat apapun tidak bisa menyelesaikannya sendiri, dia harus mengajak stake holder olahraga utamanya adalah induk organisasi cabang olahraga yang memang juga sudah seharusnya diayomi dan dibimbing oleh undang-undang. Ketika kedua komponen ini bisa bersatu untuk bertemu saya yakin permasalahan itu akan selesai,” lanjutnya.
“Keinginan Menpora sebagai pemerintah baik, ingin memperbaiki tata kelola sepak bola, PSSI juga mengatakan kami siap untuk diperbaiki. Artinya, dua keinginan ini sudah menyatu. Sekarang bagaimana realisasinya saja. Tidak akan mungkin pemerintah melakukan perbaikan itu sendiri karena pemerintah dengan masyarakat itu hubungannya adalah kemitraan. Bagaimana pemerintah mau melakukan tata kelola dengan kalau acuan FIFA yang dipakai dan dilaksanakan PSSI selama ini tidak dipakai?. Tinggal apa yang kurang saja dibenahi oleh pemerintah bersama PSSI. Jadi seharusnya mereka duduk bersama. Tidak boleh seorang Menteri merasa kuasa karena dia Menteri. Karena Undang-undang juga membatasi kewenangan-kewenangan sang Menteri.”
Mengenai SK Menpora yang sudah tidak berlaku sejak PTUN memutuskan putusannya, dirinya mengatakan dengan gamblang: “Saya sudah katakan bahwa sudah jelas surat keputusan PTUN mengatakan bahwa SK Menpora 1307 itu cacat hukum dan cacat yuridis. Cacat hukumnya dari diktum putusannya, sedangkan cacat yuridisnya menyangkut masalah poin-poin yang diberikan, sanksinya juga tidak jelas seperti apa termasuk cacat prosedur dalam proses pemberian sanksi kepada suatu badan hukum dalam bentuk organisasi kemasyarakatan itu kita harus mengacu kepada undang-undang ormas dimana pemberian sanksi itu diberlakukan hanya 30 hari, bukan satu minggu atau satu hari, jadi dari sini saja sudah kelihatan sekali bahwa pemberian sanksi itu sesuatu yang dipaksakan oleh Kemenpora supaya cocok waktunya dengan masa kongres PSSI Surabaya. Ada niat tidak baik yang dimunculkan oleh Kemenpora dalam pemberian sanksi itu. Bohong besar kalau mereka mau memperbaiki tata kelola sepak bola.”
Haryo lantas berharap supaya Menpora Imam Nahrawi sadar diri dan segera cabut SKnya dan bisa langsung duduk bersama dengan PSSI menyelesaikan permasalahan ini. Karena semua elemen pemerintahan sudah memberikan mandat kepada Menpora, termasuk Presiden.
“Jadi saya harapkan serta menghimbau pak Menpora bisa duduk bersama PSSI, undang mereka untuk sama-sama memperbaiki tata kelola sepak bola. Segera cabut SK Menpora lalu koreksi diri, atau nanti akan diputuskan oleh PTUN, beliau akan lebih sakit lagi karena perbuatannya benar-benar dianggap sebagai pelanggaran hukum. Kita sebagai masyarakat olah raga sangat cinta persahabatan,” tegas Haryo.
“Presiden, Wakil Presiden sampai DPR sudah meminta dan memandatkan Menpora untuk duduk bersama PSSI menyelesaikan masalah ini, bola ditangan Imam Nahrawi, mau atau tidak. Karena yang menyuruh langsung Presiden loh disini. Semoga sebelum tanggal 23 Juni 2015 nanti semua ini terselesaikan dengan baik dan damai,” imbuhnya.
Sidang nanti akan kembali berlangsung hari Kamis (18/06) jam 08.30. Aristo Pangaribuan, selaku Direktur Legal PSSI memberikan keterangannya. “Sidang akan kembali dilanjutkan hari Kamis besok. PSSI akan membawa dua ahli dan satu saksi. Salah satu ahlinya nanti bernama Andika Daneswara, dosen sekaligus Doktor Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Kami memang sudah rencanakan seperti ini,” kata Aristo.
Perihal DPR menanyakan kemungkinan Menpora mencabut SKnya, Menpora juga menanyakan mungkinkah proses dan putusan PTUN juga dicabut?, Aristo mengatakan: “Rasionya begini, yang harus dicabut itu SKnya Menpora terlebih dahulu. Kalau SKnya dicabut, otomatis PTUNnya juga gugur karena objek sengketanya sudah tidak ada. Jadi jangan dibalik-balik logikanya. Ketika dia tidak mau mencabut SKnya, kita cabut PTUN, maka ketika nanti kita berunding, bargaining positionnya sudah tidak sama lagi. Logikanya pasti begitu.”