Berkah. Entah apa artinya bagi mBah Coco. Faktanya, mendadak ujug-ujug tujuh pendekar legenda sepak bola Indonesia, sambangi markas Radio Bola Koadi – Kandang Ayam. Tidak tanggung-tanggung, mereka adalah Risdianto, Anjas Asmara, Herry Kiswanto, Dede Sulaeman, Budi Riva, David Sulaksmono dan Berti Tutuarima.
Sepertinya mereka punya feeling, jika mBah Coco sedang mencetak program baru, bernama radio bola streaming, kaleee ye!. Sehingga, mereka berharap segera on air di radio streaming. Padahal, di markas Kandang Ayam, radio streaming, lagi set up pelan-pelan, untuk memasak program, siap-siapin alat-alat, agar saat nanti masuk ke kuping pendengar radio streaming, muncul suara jernih dan enak didengar penggila bola, musik dan politik….serbagai tema besar isi radio.
Bagi penggemar laman Pemimpin Redaksi Facebook, sepertinya nama Risdianto wajib tidak asing lagi. Pasalnya si “Gayeng” julukan Risdianto, sulit dicari penggantinya saat sebagai striker tim nasional akhir 60-an dan 70-an.
Versi mBah Coco, Ridisnto, adalah striker yang paling ditakuti lawan-lawannya, sekaligus disegani konco-konconya, di Persija Jakarta atau pun di tim nasional Indonesia. Pasalnya, sangat licin, licik, jahil dan haus gol. Dalam usia 18 tahun, sudah dipanggil Viel Coerver, dan juga sudah masuk Diklat Salatiga.
Salah satu gol cerdik dari kaki Risdianto, terjadi di Stadion Tambak Sari, Surabaya, 31 Agustus 1981, di penyisihan Piala Dunia 1982, Grup 1 Zona Asia Oceania, saat menghadapi Australia. Gol semata wayang ini, memenangkan tim Garuda Indonesia atas tim negeri Kangguru.
Risdianto, sampai hari ini, adalah idolanya para striker Indonesia, dari jaman Bambang Nurdiansyah, Ricky Yacobi, Kurniawan Dwi Yulianto, Boaz Solossa, Bambang Pamungkas, Evan Dimas Damono, sampai Bagus Kahfi.
Satu-satunya, pemain nasional, yang juga jadi aktor film layar lebar di jamannya, versi mBah Coco, hanya Anjas Asmara. Anak Medan yang dibesarkan dalam selebritis Persija Jakarta dan tim nasional Indonesia di jamannya.
Film “Yatim” 1973, adalah film yang dibintangi Anjas Asmara dan Rano Karno (saat itu 10 tahun), serta Titik Sandora dan Muchsin Alatas. Anjas dipilih jadi actor utama, karena sebagai bintang Persija Jakarta dan tim nasional Indonesia.
Ketika, Persija Jakarta juara PSSI Perserikatan 1973, skuad timnya adalah 100% semuanya pemain nasional Indonesia kala itu. Ronny Paslah-Yudiyanto, Oyong Liza, Sueb Rizal, Hary Muryanto, Sutan Haharah, Junaidi Abdillah, Anjas Asmara, Sofyan Hadi, Iswadi Idris, Risdianto, Andi Lala.
Herry Kiswanto, salah satu dari sedikit dari pemain nasional Indonesia, yang dapat penghargaan untuk dibuatkan film-film pendek FIFA, bertajuk “The Living Legend”. Herkis, juga salah satu pemain kunci, saat Indonesia meraih medali emas perdana dalam ajang SEA Games 1987, saat memberi umpan gol emas Ribut Waidi, atas Malaysia di final.
Sedangkan David Sulaksmono, yang datang ke Kandang Ayam, adalah salah satu dari skuad Indonesia junior di Piala Dunia Junior 1979, di Jepang, saat menghadapi Diego Maradona (Argentina), Yugoslavia dan Polandia, di penyisihan grup B, di Stadion Omija, Jepang.
Budi Riva, di jaman Galatama, adalah satu satu palang pintu serba bisa. Main di posisi bek kiri ok, bek kanan ok, libero ok, stopper ok. Dan, di jamannya, saat di Warna Agung, adalah pemain yang dijuluki “playboy”. Hingga di usia 68 tahun, masih “playboy”.
Berti Tutuarima, adalah salah satu PSSI Binatama, yang berlatih di Brazil tahun 1978, dalam jaman politik luar negeri Indonesia, dipertaruhkan ke jagat dunia. Karena, di jaman itu, Indonesia sedang dianggap “mbeling”, dalam kasus menduduki Timor Leste, masuk dalam Provinsi ke-27 Indonesia.
Khusus pemain yang biasa leyeh-leyeh di Kandang Ayam Dede Salaeman, adalah asli anak Sunda, yang dibesarkan dalam sepak bola metropolis Jakarta. Dede malang melintang di Persija Jakarta dan tim nasional Indonesia, sejak 1977 – 1983, sebagai sayap kiri, menggantikan posisi Andi Lala, di jamannya. Pra Piala Asia, Pra Piala Dunia, Pra Olimpiade, selalu jadi langganan, bersama 6 pelatih nasional di jamannya, Suardi Arland, Frans van Balkon (Belanda), Marek Jonata (Polandia), Bernd Fischer (Jerman Barat), Harry Tjong dan Sinyo Aliandu (pra Piala Dunia 1986).
Bagi Kandang Ayam, kehadiran mantan pemain hebat dan jenius di jamannya, adalah berkah. Wassalam, Haleluya!